PayPal Donate

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

BidVertiser

Minggu, 10 Mei 2009

DZIKIR KEPADA ALLAH SWT

“Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah (kepada Allah) dengan sebanyak mungkin”
(Al Ahzab : 41)


Pengertian “Dzikir atau ingat” disini tempatnya didalam hati, bukan di lisan.
Meskipun lisannya mengucapkan “Allah-Allah”, tetapi apabila hatinya teringat ke sana-sini, berarti tidak dapat dikatakan Dzikir. Karena antara yang di ucapkan dengan yang ada di hati tidak sejalan, bahkan bertolak belakang.
Seharusnya ketika lisan menyebut “Allah”, maka dalam hati merasa menghadap kepadaNya. Dan hal itu perlu latihan secara terus-menerus.
Dzikir atau ingat, adalah syarat utama yang harus dijalankan oleh orang yang ingin ma’rifat kepada Allah. Bahkan keberadaannya merupakan tiang penyangga dan orang tidak akan sampai kepada tujuan, tanpa istiqomah dalam berdzikir.
Dzikir lisan (dengan ucapan) adalah sarana untuk menuju dzikir qalbi (hati). Jika mampu melaksanakan kedua-duanya, maka ia mendekati kesempurnaan.
Abu Ali ad Daqad berkata: “Dzikir adalah menyebarkan kewalian. Barang siapa beristiqamah, maka dia dianugerahi penyebaran. Tetapi apabila dia mencabut dzikir, maka penyebaran kewalian dicabut darinya”
Menurut Al Wasithi, bahwa dzikir adalah usaha untuk keluar dari medan kelengahan menuju kepastian musyahadah yang mampu mengalahkan tekenan ketakutan dan tarikan rasa cinta.
Dzun Nun al Mishri berkata :“Barang siapa ingat kepada Allah dengan sesuatu (berdzikir), Allah akan menjaganya dari segala sesuatu. Baginya punya pengganti dari segala hal”.
Dzikir itu mempunyai beberapa keistimewaan, di antaranya ialah tidak dibatasi oleh waktu. Bahkan tidak ada waktu bagi seorang hamba diperintah berdzikir, baik yang wajib atau sunnah.
Sedangkan shalat meskipun mempunyai kedudukan yang paling mulia, namun dalam waktu-waktu tertentu tetap tidak boleh dilaksanakan. Sedangkan berdzikir boleh dilaksanakan kapan saja dan dimana saja, bahkan sepanjang masa.

MENUMBUHKAN RASA TAKUT KEPADA ALLAH SWT

“Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah SWT sebelum ada air susu yang kembali kepada teteknya dan tidak akan berkumpul debu-debu dalam perang membela agama Allah SWT, Serta asap Neraka jahanam di tempat sampah.”



Syaikh Imam Ghazali ra, menjelaskan :
“Takut itu adalah cambuk Allah SWT, maka dengan cambuk itu digiringlah hamba-hambaNya untuk selalu tetap tekun pada ilmu dan amal. Dengan ilmu dan amal, maka mereka memperoleh kedudukan di sisi Allah SWT”.

Ukuran rasa takut yang dimilki manusia itu bertingkat-tingkat. Yang paling rendah adalah rasa takut yang hanya sekejap, selanjutnya rasa takut yang biasa saja (sedang) kemudian rasa takut yang berlebihan.

Adapun rasa takut yang sekejap, seperti halnya rasa takut seorang wanita yang hatinya mudah tersentuh. Yakni timbulnya perasaan takut ketika mendengar alunan ayat-ayat suci Al-Qur’an, dia mata dan menangis.

Yang demikian itu sama halnya dengan perasaan sedih. Jika persaan sedih ( terharu) atau takut telah lenyap dari hatinya, maka ia akan melupakan. Bahkan sama sekali tidak ingat. Yakni tidak membekas ataupun terkesan di dalam hatinya.

Rasa takut seperti itu sedikit sekali manfaatnya, sama seperti sebuah ranting kecil untuk mencampuk kuda yang kuat. Maka ranting tersebut tidak dapat menyakitinya serta tidak mampu untuk menggiring ke tempat tujuan. Itulah ukuran rasa takut pada kebanyakan orang, kecuali orang-orang yang arif atau para ulama.

Meraka memiliki rasa takut yang membekas dan dapat dijadikan cambuk untuk istiqomah dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bagi orang yang ingin mempertajam mata bathinnya, maka seharusnya melakukan hal itu, membunuh hawa nafsu yang cenderung mengajak dan berbuat maksiat.

Apabila berhasil membakar hawa nafsu syawatnya (keinginan) kepada dunia ,maka ia akan menjadi manusia yang lemah lembut dan khusu’ dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Serta merasa hina di hadapanNya sehingga pada akhirnya hati menjadi tenang.

Dan ia tidak akan sombong atau ujub, kebusukan serta kedengkian hatinya perlahan-lahan akan lenyap. Karena dengki dan busuk hatinya adalah penyakit jiwa yang merusak amal perbuatan.

Apabila seseorang merasa takut akan siksa Allah SWT, pasti ia berusaha sekuat mungkin dalam menjaga hati dari penyakit seperti itu. Takut ibarat binatang buas, seseorang yang di terkam tentu keadaan sangat darurat. Ia tidak tahu, apakah binatang tersebut lengahsehingga bisa melepaskan diri atau justru menjadi mangsanya.

Karena merasa sangat ketakutan, maka ia berfikir serta tubuhnya berontak. Berjuang menyelamatkan diri. Demikian pula orang yang merasa takut kepada Allah SWT, maka harus berjuang lebih keras daripada usahanya untuk melepaskan diri dari binatang buas.

Orang yang takut kepada Allah SWT dan takut akan siksaNya, maka dapat dilihat dari amal perbuatannya. Ia berusaha mencegah diri dari perbuatan-perbuatan yang terlarang. Apabila berhasil mencegah dirinya dari perbuatan yang haram, maka harus diingakatkan dengan mencegah diri dari sesuatu yang halal tetapi meragukan.
Tingkatan ini disebut taqwa, sebab taqwa adalah meninggalkan sesuatu yang meragukan. Karena waspada agar tidak lagi terjebak ke dalam perbuatan yang terlarang, maka meninggalkan yang halal tetapi meragukan adalah lebih utama.
Rasa takut yang harus dipahami oleh penempuh jalan sufi, adalah takut secara lahir dan bathin. Dan bukan takut yang hanya terbatas di dalam hati saja melainkan juga diikuti dengan lahiriah, yaitu mencegah hawa nafsu.

Apabila seseorang telah takut berbuat maksiat atau sesuatu yang dilarang dan takut melakukan sesuatu yang halal tetapi meragukan, maka itulah orang yang bertakwa. Sesungguhnya taqwa adalah mencegah dari perbuatan yang tidak baik sesuai dengan yang dikendaki oleh rasa takut itu sendiri.

Hal yang bersih tentu rasa takutnya kepada Allah lebih kuat dari pada hati yang kotor ( oleh kemaksiatan).

Dalam hal ini Abu Sulaiman ad Darani berkata:

“Tidaklah rasa takut itu berpisah dari hati, terkecuali hati telah rusak”.

Selama manusia memiliki rasa takut kepada Allah SWT, maka tetap menapaki jalan kebenaran kepada jalan yang sesat. Namun ketika ia tidak lagi mempunyai rasa takut, maka dengan mudah ia membelokkan langkah dari jalan kebenaran kepada jalan sesat.
Takut dan harap itu laksana dua sisi uang. Di dalam hatinya manusia rasa takut dan harap itu selalu ada, tergantung mana yang lebih kuat. Jika harapan lebih kuat, maka ia dapat mengalahkan hati dan akan menjadi rusak. Maka seharusnya takut di dalam hatinya harus lebih kuat.

Apabila selalu berharap untuk mendapatkan surga-Nya, maka manusia menjadi kurang ikhlas dalam beribadah. Tetapi apabila rasa takut lebih kuat menguasi hatinya, maka manusia akan selalu berbakti.

“RUKUN IMAN DAN RUKUN ISLAM”

RUKUN IMAN

Iman berarti percaya, yaitu percaya kepada Allah SWT, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi-nabi, hari kiamat dan percaya akan adanya Qadha’ dan Qadar. Pengertian ini sesuai dengan hadis yang menceritakan bahwa Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah dalam sebuah majelis dengan menyerupai seorang laki-laki dan menanyakan kepada beliau tentang Iman dan Islam. Rasulullah Saw. Menjawab bahwa iman adalah percaya kepada enam perkara, yaitu:

1. Percaya kepada Allah SWT,
yaitu mempercayai dengan sepenuh hati serta menegaskan keyakinan dengan ucapan lidah bahwa Allah SWT. Adalah Wajibul-Wujud (pasti ada), Mabub (sesembahan) yang sebenarnya dan Pencipta segala Makhluk, Dia sendirilah yang menciptakan segala sesuatu di dunia ini, begitu pula Dia-lah yang menciptakan semua yang ada di luar bumi, yaitu seluruh alam. Dia adalah Pencipta, Pemilik, dan Penguasa Mutlak atas semua ciptaan-Nya. Demikian pula Dialah yang patut disembah yang Awal dan tiada bermula, dan yang akhir tiada berkesudahan, tiada yang menyerupai-Nya.

2. Percaya Kepada Para Malaikat Allah.
Malaikat adalah makhluk Allah yang senantiasa taat kepada perinta-Nya. Mereka bukanlah sekutu-sekutu Allah. Malaikat itu senantiasa menaati semua perintah Allah dan tidak pernah berbuat dosa atau menolak perinta-Nya. Mereka bukanlah laki-laki adan paling banyak jumlahnya. Tidak ada seorang pun kecuali Allah yang mengetahui jumlahnya. Setiap tempat di langit dipenuhi oleh para malaikat yang ruku’ dan sujud kepada Allah SWT. Mereka menjadi perantara Allah SWT, dengan makhluk.

3. Percaya Kepada Kitab-kitab Allah SWT.
Kitab-kitab itu diturunkan kepada beberapa Nabi dengan malaikat sebagai perantara. Semua Kitab itu adalah firman Allah SWT (Kalaamullah). Kitab-kitab itu kekal sejak dulu hingga selamanya akan tetapi Kitab-kitab itu bukanlah Makhluk. Kitab-kitab itu bukanlah perkataan yang di ucapkan oleh para Malaikat, bukan pula ucapan para Nabi. Kitab-kitab itu adalah pedoman bagi umat manusia. Beberapa nama Kitab Allah yang diturunkan kepada para rasul yaitu Zabur, diberikan kepada Nabi Dawud a.s;. taurat diberikan kepada Nabi Musa a.s;. Injil diberikan kepada Nabi Isa a.s;. dan Al-Qur’an, diberikan Nabi Muhammad SAW.

4. Percaya Kepada Nabi-nabi Allah.
Rasul artinya mulia, pribadi terhormat yang sifatnya, pengetahuannya, dan intelektualnya lebih tinngi dari pada semua manusia pada zamannya. Para Nabi itu mempunyai sifat ishmah, yakni tidak melakukan kesalahan ataupun dosa.,baik sebelum maupun sesudah mereka diangkat menjadi Nabi. Amanah (dapat dipercaya), Siddiq (berkata benar), Tabliqh (penyampai berita), ‘Ishmah (bebas dari kesalahan atau dosa), ‘Adalah (Bersifat adil), Fathanah (amat cerdas), dan Amnul’Azl (aman dan pemecatan kedudukan sebagai Nabi).

5. Percaya Kepada Hari Akhir (Yaumal Akhir).
Disebut hari akhir, karena tidak ada waktu lagi setelah itu, atau karena hari itu datang setelah kehidupan di dunia ini. Percaya akan datangnya kehidupan lain setelah kematian ini sangat diperlukan, yakni untuk manusia mempunyai tujuan hidup yang pasti. Tanpa keyakinan itu, dunia ini akan dipenuhi oleh kesewenang-wenanangan. Setelah daging dan tulang manusia membusuk dan menjadi tanah serta uap, mereka semua akan bangun kembali, nyawa akan masuk ke jasad masing-masing dan setiap orang akan bangkit dari kuburnya. Karenanya, hari itu disebut ” Hari Kiamat” (Kebangkitan). Setalah manusia di bangkitkan meraka akan diadili dengan seadil-adilnya.

6. Percaya Akan Adanya Qadha’ dan Qadar Allah SWT.
Qadha’ berarti penetapan hukum, atau pemutusan dan penghakiman sesuatu. Qadar berarti qadar dan ukuran tertentu. Keajaiban-keajaiban alam, ditinjau dari sudut keberadaannya yang dibawah pengawasan dan kehendak Allah Swt yang pasti, dapat di kelompokkan ke dalam qadha’ Ilahi sedangkan dari sudut sifatnya yang terbatas pada ukuran dan kadar tertentu serta pada kedudukannya dalam ruang dan waktu, dapat dikelompokkan ke dalam qadar Ilahi.

RUKUN ISLAM

Rukun Islam ada lima, yaitu:

1. Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat, yaitu:

“Asyhadu Allah Ilaaha Ilallaahua Wa Asyhadu Anna Muhammaddarusulullah”.
Artinya;
“ Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan aku bersaksi pula bahwa Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah”.

Seseorang sudah dapat dikatakan Muslim jika sudah mengikrarkan kesaksian keberadaan Allah. Namun demikian, kesaksian itu tentu saja bersyarat. Yakni bahwa ucapan dua kalimat syahadat itu harus juga didasarkan pada hati yang ikhlas bukan hanya diikrarkan dengan lidah, tetapi harus disertai dengan keyakinan dalam hati, selanjutnya, syahadat adalah pijakan awal dan pendukung utama keempat Rukun Islam yang lainnya. Tanpa syahadat , rukun-rukun Islam yang lain tidak mempunyai arti apa-apa.

2. Mengerjakan Shalat.
Kewajiban pertama yang harus di kerjakan adalah shalat. Secara Harfiah, istilah shalat berasal dari kata shalla yang artinya berdo’a. shalat itu sendiri adalah suatu ibadah yang terdiri atas beberapa perkataan dan perbuatan, yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, disertai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan.

3. Mengeluarkan Zakat.
Kewajiban zakat ini dikenakan, atas mereka yang mempunyai harta yang lebih dan sudah sampai nisabnya, yaitu sepanjang masa tertentu. Barang-barang yang terkena kewajiban zakat adalah harta perdagangan, hasil pertanian, hasil peternakan, dan hasil pertambangan. Zakat ini penting artinya untuk membangun stabilitas sosial dan mencegah terjadinya kejahatan, karena dengan zakat orang yang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya bisa dibantu oleh mereka yang memiliki kelebihan harta.

4. Melaksanakan Shiyam (puasa) di sepanjang Bulan Ramadhan.
Shiyam diartikan sebagai menahan diri dari makan,minum, dan berhubungan seksual sejak pakar hingga terbenamnya matahari. Secara lebih ksusus, shiyam di Bulan Ramadhan adalah sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan berusaha sekuatnya menghindarkan diri dari segala perbuatan tercela yang biasa kita lakukan di hari-hari lain.

5. Menunaikan Haji Bagi Yang Mampu.
Haji sebenarnya diwajibkan atas seorang Muslim atau Muslimah dewasa yang memenuhi syarat-syarat:
a. Memiliki uang yang cucup untuk bepergian (berangkat dan pulang) ke Makkah, dan dapat membekali keluarganya selama ia pergi.
b. Berbadan dan Berjiwa Sehat
c. Tidak Menpunyai Halangan.

10 KEUTAMAAN LAPAR

“Barang Siapa melaparkan perutnya, pasti pikirannya luas dan hatinya cerdas”


Syaikh Imam al Ghazali ra, berkata:

“Barang siapa yang melaparkan perutnya karena membenarkan apa yang datang dari agama mengenai keutamaan lapar, maka ia akan mendapatkan manfaat dari lapar itu sendiri meski tidak mengerti manfaat itu.
Sama sepertinya orang yang minum obat, pasti ia akan mendapatkan manfaat darinya, meski tidak mengerti bahwa obat itu berkhasiat. Demikian pula dengan lapar, karena dapat menajamkan hati atau indra keenam”

Allah SWT, berfirman:

“Niscaya Allah Swt akan mengangkat kemuliaan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa tingkatan”

Menurut Syaikh Imam al Ghazali ra, bahwa lapar itu memiliki sepuluh tingkatan, yakni :
1. Menjadikan hati bersih, menimbulkan cahaya akhlak dan mencerahkan mata hati.
2. Lapar membuat hati menjadi lembut dan bersih, sehingga mudah untuk bedzikir.
3. Dengan lapar sifa t sombong akan terkikis serta menghilangkan perasaan kufur nikmat.
4. Dengan lapar seseorang tidak melupakan bencana dan siksa Allah SWT, serta kepada orang-orang yang menerima siksaan.
5. Lapar dapat menghancurkan nafsu syahwat serta dapat mengendalikan hawa nafsu yang lain.
6. Lapar dapat mencegah tidur, sehingga seseorang biasa memanfaatkan waktu malam untuk beribadah.
7. Lapar dapat memudahkan seseorang tekun beribadah.
8. Dengan lapar akan membuat seseorang menjadi sehat dan tidak mudah terserang penyakit.
9. Dengan lapar membuat seseorang menjadi hemat.
10. Lapar mendorong seseorang untuk lebih mengutamakan kepentingan orang lain. Suka bersedekah dengan member makan anak-anak yatim atau fakir miskin.

Loking For Money Per_Klik

YourNight.com

Penghasil Dolar